Selasa, 08 Maret 2011

PERANAN ILMU PENGETAHUAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN DAN PENDIDIKAN ISLAM


PERANAN ILMU PENGETAHUAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN PENDIDIKAN ISLAM


MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kulaih Tafsir Tarbawy


OLEH :
Mukrom
NPM : 2010-40-059


DOSEN :
Prof. Dr. H. Suharto, SH, MA
Dr. Yusuf Baihaqi, MA

PROGRAM STUDI ILMU TARBIYAH
KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

 






              

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 2010 M / 1431 H


KATA PENGANTAR


Assalamualaikum Wr.Wb.
            Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan
rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peranan Ilmu Pengetahuan dalam Perspektif Al-Qur’an dan Pendidikan Islam”.
Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta pengikutnya.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya baik dari segi bahasa, susunan dan penyajiannya. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih untuk semua yang berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amiin
Wassalam.



Bandar Lampung,     Nopember 2010

Penyusun









DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR  ........................................................................................... i
DAFTAR ISI  ......................................................................................................... ii
BAB  I    PENDAHULUAN  ................................................................................ 1
A.   Latar Belakang Masalah  ................................................................. 1
B.    Rumusan Masalah  .......................................................................... 2
C.    Tujuan Penulisan  ............................................................................ 2
BAB  II   PERANAN ILMU PENGETAHUAN   
                 DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN
                 PENDIDIKAN ISLAM  ....................................................................... 3
A.   Pengertian Ilmu Pengetahuan  ......................................................... 3
B.    Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan   ................................................. 4
C.    Ilmu dan Fungsinya dalam Pendidikan Islam   ............................. 17
BAB  III KESIMPULAN  .................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA  ......................................................................................... 21

















BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Ilmu adalah kebutuhan asasi manusia. Semua kesuksesan hidup hanya bisa dicapai dengan ilmu. Makanya, Islam memberikan penghargaan yang luar biasa terhadap ilmu dan orang-orang yang memilikinya. Banyak nash baik dari Al-Qur’an maupun hadits yang menganjurkan bahkan memerintahkan untuk menuntut ilmu, menjelaskan keutamaannya, pahala belajar mengajar, serta mengancam orang-orang yang meremehkannya.
Ada berbagai macam ilmu. Bila ditinjau dari obyek yang diajarkan orang akan membagi ilmu dalam berbagai disiplin tergantung dari isi materinya. Namun syariat dalam berbagai bahasa terminologinya biasanya hanya menggolongkan ilmu dalam dua macam, yaitu ilmu syariat yang berorientasi ke akhirat, dan ilmu umum (non syariat) yang berorientasi dunia.
Ilmu syariat adalah segala macam ilmu yang berkenaan dengan keislaman, seperti fikih, tauhid, tafsir, hadits, dan lain-lain. Termasuk pula ilmu penunjangnya, seperti bahasa Arab dengan segala cabang dan tingkatannya, fikih dakwah, metodologi, mantiq dan lain sebagainya.
Akan tetapi, bila dikaji secara lebih mendalam dan lepas dari bahasan terminologis dan epistimologis, maka pada prinsipnya Islam memandang ilmu itu hanya ada dua, yaitu ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang merusak.
Ilmu yang bermanfaat mencakup semua jenis ilmu baik ilmu agama maupun non agama. Barometer manfaat di sini adalah seberapa besar ilmu tersebut dapat mengantarkan pemiliknya bahagia di dunia dan di akherat. Bila demikian, maka semua ilmu termasuk ilmu non syariat juga bermanfaat dan harus dimiliki oleh setiap individu muslim sesuai kemampuannya.
Dari sini kita bisa tarik kesimpulan bahwa semua cabang ilmu non syariat memiliki potensi manfaat dan seharusnya dimiliki oleh setiap muslim, terlepas siapa penemu atau peletak dasar pertama ilmu itu. Selanjutnya, Islam menetapkan batasan yang boleh dan yang tidak boleh dalam setiap kegiatan, termasuk menuntut ilmu dan mengajarkannya. Di sinilah terkadang ada kondisi dan situasi khusus yang menyebabkan suatu ilmu kadang memiliki unsur pelarangan untuk dipelajari ataupun diamalkan.[1]

B.     Rumusan Masalah
1.   Apa yang dimaksud dengan ilmu pengetahuan ?
2.   Bagaimana ilmu pengertahuan dalam perspektif Al-Qur’an ?
3.   Apa tujuan ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam ?

C.    Tujuan Penulisan
1.   Untuk mengetahui arti ilmu pengetahuan
2.   Untuk mengetahui bagaimana ilmu pengetahuan dalam perspektif
Al-Qur’an
3.   Untuk mengetahui tujuan ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam
















BAB  II
PERANAN ILMU PENGETAHUAN DALAM
PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN PENDIDIKAN ISLAM


A.    Pengertian Ilmu Pengetahuan
Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan lain sebagainya.
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Contoh : Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (materiil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang kongkrit. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat.[2]


B.     Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan

Al-Qur’an Karim sebagai suatu mu’zijat yang terbesar bagi Nabi Muhammad SAW, amat dicintai oleh kaum muslimin, karena fashahah serta balaghahnya sebagai sumber petunjuk kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat. Ini terbukti dengan perhatian yang amat besar terhadap pemeliharaannya semenjak turunnya di masa Rasulullah sampai kepada tersusunnya sebagai suatu mushhaf di masa Utsman bin ‘Affan. Kemudian sesuah Utsman, mereka memperbaiki tulisannya dan menambah harakat dan titik-titik pada huruf-hurufnya, agar supaya mudah dibaca oleh umat Islam yang belum mengerti bahasa Arab.
Karena kecintaannya kepada Al-Qur’an, dan untuk membuktikan kebenarannya, mereka mengarang dan menterjemahkan bermacam-macam buku ilmu pengetahuan, baik yang mengenai bahasa Arab, syari’at, filsafat dan akhlak, maupun yang mengenai kesenian dan ekonomi, sehingga penuhlah dengan buku-buku ilmiyah perpustakaan-perpustakaan Islam di kota-kota yangbesar seperti Cairo, Cardova dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan anjuran Al-Qur’an sendiri.[3] Ayat yang mula-mula turun ialah yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, yaitu :
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ
Artinya :  Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
(Surat (96) Al ‘Alaq ayat 1 sampai dengan 5)



Demikian pula ayat-ayat yang lain seperti tersebut dalam surat (39) Az-Zumar ayat 9 :
ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ã©.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$#
Artinya :   Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.


Dalam tafsir An Nur dijelaskan :
Katakanlah, hai Muhammad : “Sebagaimana orang-orang kafir tidak sama dengan orang-orang muslim, atau orang yang taat tidak sama dengan orang yang berbuat maksiat, maka begitulah antara orang-orang yang mengetahui barang yang benar (haq) dan mengikutinya serta mengamalkannya dengan orang yang bodoh, yang tetap dalam kesesatan, keduanya tentulah tidak sama.
Sesungguhnya orang yang mengambil pelajaran dan hujjah yang telah dikemukakan oleh Allah serta memahaminya adalah orang yang jernih pikirannya.[4]
Dan surat Ibrahim (14) ayat 1 :
!9# 4 ë=»tGÅ2 çm»oYø9tRr& y7øs9Î) ylÌ÷çGÏ9 }¨$¨Z9$# z`ÏB ÏM»yJè=à9$# n<Î) ÍqY9$# ÈbøŒÎ*Î/ óOÎgÎn/u 4n<Î) ÅÞºuŽÅÀ ̓Íyèø9$# ÏÏJptø:$# ÇÊÈ
Artinya :   Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.

Dalam Al-Qur’an dan tafsirnya dijelaskan :
Dalam ayat ini, firman Allah SWT yang muncul sesudah Alif Lam Ra adalah menjelaskan suatu masalah penting mengenai Al-Qur’an sendiri yaitu mengenai maksud dan tujuan diturunkannya Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, disini ditegaskan bahwa Allah SWT menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah SAW agar dengan petunjuk dan peraturan-peraturan yang dibawa Al-Qur’an itu rasulullah dapat memberikan tuntunan dan bimbingan kepada umatnya, sehingga mereka dapat dikeluarkan dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang, atau dari kesesatan dan kejahilan dibimbing kepada jalan yang benar dan mempunyai ilmu pengetahuan serta peradaban yang tinggi, sehingga mereka memperoleh ridho dan kasih sayang Allah SWT, di dunia dan di akherat.[5]
Dalam tafsir AnNur dijelaskan Tuhan memulai surat Ibrahim dengan Alif Lam Ra sesuai dengan kebanyakan permulaan dengan surat-surat yang turun dalam periode Mekkah yang mengandung masalah Al-Qur’an, Tauhid, Hari Bangkit, dan Kisah zaman dahulu. Permulaan surat-surat Makkiyah dengan kalimat semacam ini untuk menarik perhatian pendengar terhadap apa yang dibacakan kepada mereka. Kata Ar Raji fiman Allah ini menunjukkan bahwa jalan-jalan bid’ah dan kekafiran banyak sekali sedangkan jalan yang haq (benar) hanya satu. Allah berfirman supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada alam terang, yaitu iman karena kegelapan mempunyai banyak jalan maka disini hanya disebutkan dengan lafadz jamak sedangkan terang atau cahaya disebut dengan lafadz mahfudz atau tunggal. Selanjutnya dengan izin Tuhannya kamu Muhammad mampu memberi petunjuk kepada mereka dan melepaskan mereka dari kegelapan adalah dengan taufik dan perintah Allah. Tegasnya, dengan cara Allah memberikan taufik-Nya kepada mereka untuk menerima petunjuk-petunjukmu.[6]
Ilmu-ilmu pada masa keemasan Islam dapat digolongkan menjadi empat, yaitu :
1.      Ilmu Bahasa Arab
Ilmu ini terdiri dari beberapa ilmu, di antaranya :

a.       Ilmu Nawhu dan Sharaf
Pada mulanya bahasa Arab dapat bertahan dengan kuat terhadap kemunduran yang mulai terasa pada akhir masa-masa bani Umaiyah, karena tampuk pemerintahan, seperti jabatan panglima-panglima, gubernur-gubernur dan kedudukan-kedudukan  penting lainnya masih dipegang oleh orang Arab, yang bahasanya tetap bahasa (fasih) murni lebih lagi mereka amat fanatik terhadap bangsa dan bahasanya.
Di masa itu seseorang pemimpin yang menyimpang dari tata bahasa fasih, walaupun sedikit saja sudah dianggap rendah dan tercela. Tiap-tiap pemimpin, baik ia pemimpin politik maupun pemimpin perang ataupun pemimpin sosial, semenjak dari khalifah sampai kepada kepala daerah, adalah orang-orang yang ahli dalam bahasa, cakap berpidato dan dapat mengeritik kasidah-kasidah yang diucapkan dihadapannya. Kafasihan dan ketinggian mutu bahasa ini bukan saja dimiliki oleh para pemimpin, tetapi juga dimiliki oleh umumnya bangsa Arab, karena perasaan bangga terhadap keturunan dan nasab serta perasaan bahwa mereka adalah golongan yang tertinggi dan teristimewa, sangat mendalam dalam jiwa mereka (meskipun sifat ini bertentangan dengan prinsip agama Islam) sehingga mereka enggan bergaul dengan orang yang bukan bangsa Arab dan merasa rendah bila ikut bekerja bersama-sama orang ‘ajam (bukan bangsa Arab) itu.
Di antara orang-orang Arab itu jarang sekali yang mau bertani, bertukang, beternak dan sebagainya. Dengan demikian bahasa Arab dapat terpelihara kemurniannya, karena percakapan-percakapan di antara orang-orang Arab tidak dapat dipengaruhi oleh kelemahan dan kekurangan mutu bahasa yang dipakai sehari-hari oleh orang asing (ajam) itu. Tetapi karena berdirinya kerajaan Bani Abbas boleh dikatakan atas bantuan dan sokongan orang-orang Persia, terutama atas bantuan Abu Muslim Al Khurasani, maka sebagai balas jasa, diserahkanlah kepada mereka beberapa jabatan yang penting dalam negara. Dan dengan berangsur-angsur bertambah banyaklah di antara mereka yang menduduki posisi-posisi yang tinggi seperti menjadi gubernur, panglima dan menteri.
b.      Balaghah
Mereka menyusun pula ilmu Balaghah yang mencakup ilmu bayan, Ma’ani dan Badi’ untuk menjelaskan keistimewaan dan keindahan susunan bahasa dan segi-segi i’jaz Al Qur’an. Ilmu ini disusun setelah mengarang Nahwu dan Sharaf.
Kitab yang mula-mula dikarang dalam ilmu Bayan ialah Kitab Majazul Qur’an oleh ‘Ubaidah, murid Al-Khalil. Kemudian disusul oleh beberapa ulama. Dalam ilmu Ma’ani, kitab I’jazul Qur’an yang dikarang oleh al-Jahizh dan dalam ilmu Badi’ kitab yang dikarang oleh Ibnu Mu’taz dan Qudamah bin Ja’far.
c.       Ilmu Bahasa
ع
 
Untuk memelihara pengertian kata-kata dalam Al-Qur’an mereka mengarang kamus bahasa Arab. Pada mulanya kamus-kamus ini hanya merupakan kitab-kitab kecil yang mengupas bermacam-macam kata, seperti kata-kata yang berhubungan dengan manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda-benda. Kemudian muncullah Al-Khalil yang mengumpulkan kata-kata bahasa Arab dalam suatu kitab dan menyusunnya berdasarkan huruf-huruf yang dimulainya dengan
huruf          , karena itu kitab ini dinamakan “Kitabul ‘Ain”. Kemudian disusun sebuah kamus yang tersusun menurut huruf hijaiyah oleh Abu Bakar bin Duraid yang dinamakan “Al Jamharah”. Lalu timbullah bermacam-macam kamus yang dikarang oleh ahli-ahli bahasa, di antaranya : Ash-Shihah yang dikarang oleh Al-Jauhari, Al-Muhkam yang dikarang oleh Ibnu Syayyidih, Al-Muhith yang dikarang oleh Al-Shabib bin ‘Ibad, An-Nihayah oleh Ibnu Atsir, Lisanul Arab oleh Ibnu Muqarran dan lain sebagainya.



2.      Ilmu Syari’at
a.       Tafsir
الصَّلـوة اْلوُسْطى
 
Di dalam Al-Qur’anul Karim ada ayat-ayat yang muhkamaat (terang dan jelas artinya) dan ayat-ayat yang mutasyaabihaat (kurang terang dan kurang jelas artinya atau dapat ditafsirkan). Para sahabat dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an itu mempunyai pendapat yang berlainan, karena perbedaan cara memahaminya, seperti perbedaan    
                           dalam surat Al Baqarah ayat 238 :

(#qÝàÏÿ»ym n?tã ÏNºuqn=¢Á9$# Ío4qn=¢Á9$#ur 4sÜóâqø9$# (#qãBqè%ur ¬! tûüÏFÏY»s% ÇËÌÑÈ
Artinya :   Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.


Sebagian menerangkan bahwa yang dimaksud dengan shalat al wustha ialah shalat “ashar, sedang yang lain menerangkan bahwa yang dimaksud itu adalah shalat shubuh.
وَ اِذْ اَ خَـدْ نَامِـيْـثَـاقَـكُمْ وَ رَ فَـعْـنَـافَـوْ قَـكُمُ الطُّـوْرَ
 
الطُّـوْرَ
 
Demikian pula mujahid berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kata             dalam ayat
Ialah “nukit” pada umumnya, sedang Ibnu Abbas berpendapat bahwa yang dimaksudkan itu ialah bukit “Tursina”. Dan yang lain berpendapat, bahwa yang dimaksud itu ialah bukit yang bertumbuh-tumbuhan.
Karena adanya perbedaan ini, maka ahli-ahli tafsir  dalam menafsirkan ayat-ayat mutasyabihaat, lalu berpegang kepada tafsiran Rasullah dan hadits. Apabila mereka tidak mendapatkan hadits-hadits, maka lalu berijtihad sendiri dengan berpedoman kepada ayat-ayat yang lain dan hadits-hadits yang ada. Kadang-kadang mereka juga berpedoman kepada sejarah, terutama yang berhubungan dengan ayat-ayat yang mengenai kisah-kisah orang dahulu.

b.      Hadits dan Musthalah Hadits
Hadits mempunyai nilai tinggi sesudah Al-Qur’anul Karim, karena banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang dikemukakan secara umum dan memerlukan perincian. Maka ayat-ayat itu tidak dapat dipahami maksudnya dengan jelas dan terperinci kalau tidak berpedoman kepada hadits-hadits. Oleh karena itu maka timbullah keinginan para ulama untuk membukukan hadits-hadits Rasulullah. Apalagi setelah ternyata bahwa banyak sekali hadits-hadits yang lemah dan hadits yang palsu.
c.       Fiqih dan Ushul Fiqh
Al-Qur’anul Karim dan hadits-hadits menguraikan masalah pokok secara garis besar dan tidak akan mencakup semua masalah yang timbul kemudian, karena masalah itu tidak akan habis-habisnya sesuai dengan kemajuan dalam segala lapangan kehidupan. Tentu saja ada masalah yang baru yang belum pernah terjadi di masa Rasulullah SAW. Untuk menetapkan sesuatu hukum dalam masalah yang baru itu, para ulama terpaksa berijtihad dengan mendasarkan ijtihad mereka itu kepada Al-Qur’an Sunnah dan Ijma’.
Dalam berijtihad ini ulama-ulama Hijaz mengutamakan hadits sebagai dasar hukum dan pelopor mereka ialah Imam Malik bin Anas (713-789 M), sedang ulama Irak mengutamakan pedoman mereka kepada qiyas dan pelopor mereka ialah Abu Hanifah (699-767 M). Sebabnya maka mereka lebih mengutamakan qiyas sebagai pedoman mereka, karena hadits-hadits banyak yang lemah dan palsu. Kemudian setelah ulama-ulama bertemu dan berkumpul dengan ulama-ulama Irak serta dapat diketahui mana hadits yang shaheh dan mana hadits yang lemah dan palsu. Para ulama tersebut sama-sama mendasarkan ijtihad mereka kepada hadits dan apabila tidak terdapat hadits, barulah mereka mendasarkan ijtihad  itu kepada qiyas. Akhirnya timbullah beberapa mazhab, yang termashyur di antaranya ialah mazhab empat yaitu Hanafi, Safi’i, Maliki dan Hambali. Bagi masing-masing mazhab ini ada ulama-ulamanya yang terkenal.
d.      Ilmu Kalam
Persoalan aqidah,(kepercayaan) di masa sahabat dan tabiin adalah soal yang sudah tetap dan jelas berdasarkan kepada Al-Qur’an dan sunah. Antara mereka tidak ada perselisihan pendapat dalam persoalan ini. Meskipun di dalam  Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang mutasyaabih, mereka tidak mempersoalkannya, karenqa khawatir bula ayat-ayat itu dita’wilkan menurut pendapat mereka masing-masing,akan membawa kepada perselisihan dan mungkin menimbulkan perpecahan antara mereka sendiri.  Tetapi setelah agama islam di anut oleh umat-umat yang dahulunya menganut bermacam-macam agama dan madzhab mereka tak mau menerima sesuatu aqidah, kecuali setelah diperdebatkan dengan akidah mereka yang lama.Maka terpaksalah umat islam melayani mereka dengan dalil-dalil dan hujah-hujah sesuai dengan cara-cara mereka berfikir, Hal ini mendapat sokongan dan bantuan dari khalifah-khalifah, di antaranya khalifah Al-Mahdi yang mendorong ulama menulis dan menyusun Ilmu Kalam.
         Akhirnya dalam Ilmu Kalam ini timbulah dua golongan yang terbesar. Golongan pertama ialah golongan Al-Jama’ah dan golongan kedua ialah Mu’tajilah, tang berbeda pendapat dengan golongan pertama dalam beberapa masalah. Golongan kedua ini dipelopori oleh Washil bin ‘Atha’, madhab ini disokong dan dianut oleh pemimpin-pemimpin pemerintahan Abasiyah.

3.      Sejarah
Sebabnya maka ulama-ulama islam banyak menulis sejarah, karena di dalam Al-Qur’an banyak terdapat kisah-kisah orang Yahudi, Nasrani, shabiin dan majusi. Di samping itu ada pula terdapat hal-hal mengenai kijadian-kejadian penting  dalam islam, seperti: peperangan badar, uhud, perdamaian Hudaibiyah dan lain-lain. Tetapi yang mula-mula dipentingkan oleh pembahas-pembahas dan penyidik-penyidik ialah yang mengenai sejarah Nabi Muhammad.s.a.w. sendiri.
4.      Al Hikmah dan Filsafah (ilmu-ilmu selain bahasa dan agama)
Al-Hikmah dan Filsafat pada pokoknya mengandung empat macam ilimu, yaitu : Ilmu Manthiq, Ilmu Alam, Ilmu Pasti dan ilmu ke-Tuhanan, termasuk Ilmu Alam itu, Ialah Ilmu Kimia, Ilmu Kedokteran, Pharmasi, Ilmu Hewan dan Ilmu Pertanian. Yang termasuk ilmu pasti ialah Berhitung, Aljabar, Ilmu Ukur, Ilmu Mekanika, Ilmu Falak, dan Geografi. Termasuk ilmu ke-Tuhanan ialah metafisika yaitu pembahasan mengenai pencipta Jiwa, Jin, Malaikat dan sebagainya.
Mereka mempelajari ilmu-ilmu tersebut, karena dorongan Al- Qur’an yang menganjurkan supaya mereka menuntut ilmu, dan karena di dalamnya terdapat ayat-ayat yang berhubungan dengan ilmu-ilmu tersebut.
Yang mengenai ilmu falak di antaranya seperti tersebut dalam surat (10) Yunus ayat 5 :
uqèd Ï%©!$# Ÿ@yèy_ š[ôJ¤±9$# [ä!$uÅÊ tyJs)ø9$#ur #YqçR ¼çnu£s%ur tAÎ$oYtB (#qßJn=÷ètFÏ9 yŠytã tûüÏZÅb¡9$# z>$|¡Åsø9$#ur 4 $tB t,n=y{ ª!$# šÏ9ºsŒ žwÎ) Èd,ysø9$$Î/ 4 ã@Å_ÁxÿムÏM»tƒFy$# 5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇÎÈ
Artinya :     Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui.

Dalam surat (36) Yasin ayat 38-40 :
ߧôJ¤±9$#ur ÌøgrB 9hs)tGó¡ßJÏ9 $yg©9 4 y7Ï9ºsŒ ãƒÏø)s? ̓Íyèø9$# ÉOŠÎ=yèø9$# ÇÌÑÈ tyJs)ø9$#ur çm»tRö£s% tAÎ$oYtB 4Ó®Lym yŠ$tã Èbqã_óãèø9$%x. ÉOƒÏs)ø9$# ÇÌÒÈ Ÿw ߧôJ¤±9$# ÓÈöt7.^tƒ !$olm; br& x8Íôè? tyJs)ø9$# Ÿwur ã@ø©9$# ß,Î/$y Í$pk¨]9$# 4 @@ä.ur Îû ;7n=sù šcqßst7ó¡o ÇÍÉÈ ß§ôJ¤±9$#ur ÌøgrB 9hs)tGó¡ßJÏ9 $yg©9 4 y7Ï9ºsŒ ãƒÏø)s? ̓Íyèø9$# ÉOŠÎ=yèø9$# ÇÌÑÈ tyJs)ø9$#ur çm»tRö£s% tAÎ$oYtB 4Ó®Lym yŠ$tã Èbqã_óãèø9$%x. ÉOƒÏs)ø9$# ÇÌÒÈ Ÿw ߧôJ¤±9$# ÓÈöt7.^tƒ !$olm; br& x8Íôè? tyJs)ø9$# Ÿwur ã@ø©9$# ß,Î/$y Í$pk¨]9$# 4 @@ä.ur Îû ;7n=sù šcqßst7ó¡o ÇÍÉÈ
Artinya :     Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. Dan Telah kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (Setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. dan masing-masing beredar pada garis edarnya.

Yang mengenai ilimu hewan seperti tersebut dalam surat (16) An Nahl ayat 66 :
¨bÎ)ur ö/ä3s9 Îû ÉO»yè÷RF{$# ZouŽö9Ïès9 ( /ä3É)ó¡S $®ÿÊeE Îû ¾ÏmÏRqäÜç/ .`ÏB Èû÷üt/ 7^ösù 5QyŠur $·Yt7©9 $TÁÏ9%s{ $Zóͬ!$y tûüÎ/Ì»¤±=Ïj9 ÇÏÏÈ
Artinya :     Dan Sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.

Yang mengenai ilmu tumbuh-tumbuhan seperti tersebut dalam surat (13) Ar-Ra’d ayat 4 :
Îûur ÇÚöF{$# ÓìsÜÏ% ÔNºuÈq»yftGB ×M»¨Zy_ur ô`ÏiB 5=»uZôãr& ×íöyur ×@ŠÏƒwUur ×b#uq÷ZϹ çŽöxîur 5b#uq÷ZϹ 4s+ó¡ç &ä!$yJÎ/ 7Ïnºur ã@ÅeÒxÿçRur $pk|Õ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ Îû È@à2W{$# 4 ¨bÎ) Îû šÏ9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcqè=É)÷ètƒ ÇÍÈ
Artinya :     Dan di bumi Ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman dan pohon korma yang bercabang dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. kami melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.

Yang mengenai ilmu bumi dan ilmu alam seperti tersebut dalam surat (5) Qaaf ayat 7-8 :
(#rãà2øŒ$#ur spyJ÷èÏR «!$# öNä3øn=tæ çms)»sVÏBur Ï%©!$# Nä3s)rO#ur ÿ¾ÏmÎ/ øŒÎ) öNçGù=è% $oY÷èÏJy $oY÷èsÛr&ur ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7OŠÎ=tæ ÏN#xÎ/ ÍrßÁ9$# ÇÐÈ $pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#qçRqä. šúüÏBº§qs% ¬! uä!#ypkà­ ÅÝó¡É)ø9$$Î/ ( Ÿwur öNà6¨ZtBÌôftƒ ãb$t«oYx© BQöqs% #n?tã žwr& (#qä9Ï÷ès? 4 (#qä9Ïôã$# uqèd Ü>tø%r& 3uqø)­G=Ï9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 žcÎ) ©!$# 7ŽÎ6yz $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ÇÑÈ
Artinya :     Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya[405] yang Telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar dan kami taati". dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah mengetahui isi hati(mu). Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Dalam surat (34) Saba’ ayat 18 :
$uZù=yèy_ur öNæhuZ÷t/ tû÷üt/ur tà)ø9$# ÓÉL©9$# $uZò2t»t/ $pkŽÏù \è% ZotÎg»sß $tRö£s%ur $pkŽÏù uŽö¡¡9$# ( (#rçŽÅ $pkŽÏù uÍ<$uŠs9 $·B$­ƒr&ur tûüÏZÏB#uä ÇÊÑÈ
Artinya :     Dan kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam hari dan siang hari dengan dengan aman.


Yang mengenai roh seperti dalam surat (17) Al Isra’ ayat 85 :
štRqè=t«ó¡our Ç`tã Çyr9$# ( È@è% ßyr9$# ô`ÏB ÌøBr& În1u !$tBur OçFÏ?ré& z`ÏiB ÉOù=Ïèø9$# žwÎ) WxŠÎ=s% ÇÑÎÈ
Artinya :     Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit".

Yang mengenai jiwa seperti tersebut dalam surat (91) As-Syams ayat
7-10 :
<§øÿtRur $tBur $yg1§qy ÇÐÈ $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ ôs%ur z>%s{ `tB $yg9¢yŠ ÇÊÉÈ
Artinya :     Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya.  Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, Dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

Yang mengenai qadha dan qadar tersebut dalam surat (35) Fathir ayat 11 :
ª!$#ur /ä3s)n=s{ `ÏiB 5>#tè? §NèO `ÏB 7pxÿõÜœR ¢OèO ö/ä3n=yèy_ %[`ºurør& 4 $tBur ã@ÏJøtrB ô`ÏB 4Ós\Ré& Ÿwur ßìŸÒs? žwÎ) ¾ÏmÏJù=ÏèÎ/ 4 $tBur ã£Jyèム`ÏB 9£JyèB Ÿwur ßÈs)Zムô`ÏB ÿ¾ÍnÌßJãã žwÎ) Îû A=»tFÏ. 4 ¨bÎ) y7Ï9ºsŒ n?tã «!$# ׎šo ÇÊÊÈ
Artinya :     Dan Allah menciptakan kamu dari tanah Kemudian dari air mani, Kemudian dia menjadikan kamu berpasangan (laki-laki dan perempuan). dan tidak ada seorang perempuanpun mengandung dan tidak (pula) melahirkan melainkan dengan sepengetahuan-Nya. dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah.

Karena ilmu-ilmu yang dimiliki oleh kaum Muslimin tentang hal-hal tersebut di atas belum lengkap, maka mereka memulai usahanya dengan cara menterjemahkan buku-buku dari bahasa asing. Dapun usaha penterjemahan ini telah dimulai sejak masa Bani Umaiyah (661-750 M). Dan digiatkan di masa pemerintahan Abbasiyah (754-775 M) telah mendatangkan ahli-ahli terjemah yang menterjemahkan kitab-kitab kedokteran, ilmu falak dan ilmu pemerintahan dari bahas-bahasa Yunani, Persia dan India.
Di masa Khalifah Ma’mun (813-817 M) aktivitas ini bertambah maju dan beliau mengirim suatu rombongan ahli terjemah ke Roma seperti
Al-Bathriq, Salm, pemimpin Baitul Hikmah, Al-Hajjaj bin Mathar dan Hunain bin Ishaq. Di sana mereka memilih buku-buku ilmu pengetahuan yang belum dipunyai oleh umat Islam dan membawanya ke Baghdad untuk diterjemahkan, diteliti dan dibahas sedalam-dalamnya.
Belum sampai satu abad berdirinya pemerintahan Abbasiyah, ulama-ulama Islam telah memiliki ilmu tersebut dan lahirlah di antara mereka ahli-ahli al-Himah dan falsafah yang tidak kurang nilainya dari ahli-ahli filsafat Yunani. Di antaranya Abu Yusuf Ya’kub bin Ishak bin Ash-Shabagh al-Kindi, Ahmad bin Thayyib As-Sarakhsi, Muhammad bin Musa, Ahmad bin Musa, Al-Hasan bin Musa yang termasyhur dalam ilmu Pasti dan Muhammad bin Musa Al-Khuwarazmi penemu ilmu aljabar.sesudah gerakan terjemah dan penelitian ini barulah datang masa penyempurnaan, penyusunan dan penemuan sendiri. Tokoh-tokoh yang terkenal dalam hal ini ialah Abu nashr Muhammad bin Tharkhan Al Farabi atau Alphanabius (wafat tahun 961 M) pencipta alat musik yang dinamai Al-Qanun yang kemudian ditiru oleh orang barat dengan nama piano, Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razy (wafat tahun 311 H), ahli ilmu kedokteran dan kimia, Syekh Abu Ali al Husein bin Sina atau Avicenna (980-1037 M), dan Abu Raihan Ahmad bin Muhammad Al Biruni (wafat tahun 430 M), ahli ilmu falak dan ilmu bumi alam.[7]

C.    Ilmu dan Fungsinya dalam Pendidikan Islam
Biasanya apabila orang Islam berbicara tentang ilmu, maka yang dimaksudkan dengannya adalah ilmu-ilmu agama, akan tetapi mereka juga menggolongkan kedalamnya ilmu-ilmu yang lain yang bukan ilmu agama. Orang Islam memandang bahwa semua ilmu itu penting, dan khususnya terhadap ilmu agama dianggapnya sebagai ilmu yang suci. Tuhan mengatakan di dalam Al-Qur’an.

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ
Artinya :     Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Al-Mujadalah (58) : 11)

وَمَوْتُ اْلـقَـلْبِ جَهْلٌ فَاجْتَـنِـبْـهُ
 
حَـيَـاةُ اْلـقَـلْـبِ عِلْمٌ فَاغْـتَنِمْهُ
 
Maka oleh karena itu mereka mengganggap yang paling penting utama dan yang paling tinggi dalam dunia ini adalah ilmu. Kemudian dari itu mereka mengatakan bahwa mengajar ilmu itu merupakan tempat yang tertinggi sesudah tingkat para Nabi-nabi, dan ulama dapat memberi syafa’at kepada manusia sesudah Nabi-nabi, sesuai dengan ini seorang penyair Arab mengatakan :

“Hidup hati dengan ilmu karena itu milikilah dia.
Dan mati hati dengan kebodohan karena itu jauhilah dia”
Ibnu Khaldun mengatakan, “Ilmu dan mengajar satu kemestian dalam membangun manusia,” selanjutnya ia mengatakan, “sesungguhnya manusia itu sama dengan semua binatang ditinjau dari segi sifat-sifat kehewanan, seperti perasaan, gerakan dan makanan .... dan sebagainya, akan tetapi perbedaan di antara manusia dan binatang ialah dengan pikiran .... dan dari pikiran ini terjadilah ilmu pengetahuan dan ciptaan-ciptaan.
Ulama yang lain seperti Ibnu Maskawaih dan Al-Ghazali mengatakan bahwa ilmu itu makanan jiwa dan akal, dan dengan ilmu bertambahlah  pengertian dan kemampuannya untuk menanggapi dan mengetahui sesuatu, Ibnu maskawaih mengatakan paham mausia bertambah selama ia melatih diri dan mempelajari ilmu-ilmu dan sastra dengan tekun, dan jiwa itu akan terus berkembang dengan buah pikiran yang baik yang diperoleh dengan kemampuan menerima yang baru tanpa batas waktu.
Kita mengetahui bahwa jiwa kita itu menerima bermacam ragam rupa dari segi segala sesuatu, baik yang dapat diinderakan, maupun yang dapat dipikirkan dalam bentuk yang persis dan sempurna. Bentuk-bentuk yang diterima itu tetap terpelihara dan tidak berubah dari aslinya, dan juga tidak hilang gambarnya, bahkan gambar aslinya tetap sempurna. Kemudian jiwa kita itu akan senantiasa menerima bentuk-bentuk yang lain satu demi satu sepanjang waktu tanpa merasa lelah dan keliru, bahkan jiwa kita itu akan bertambah kuat dengan menerima bentuk yang pertama untuk menerima bentuk-bentuk yang lain berikutnya.[8]
Pendidikan menurut Islam atau Pendidikan Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan dari ajaran dan nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasarnya, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam pengertian yang pertama ini, pendidikan Islam dapat terwujud pemikiran dan teori pendidikan yang mendasarkan diri atau dibangun dan dikembangkan dari sumber-sumber dasar tersebut.[9]
Diakui oleh Ibnu Khaldun bahwa banyak orang Arab belajar ilmu pengetahuan untuk memegang profesi. Sejarah Islam telah menunjukkan bahwa orang-orang Islam menaruh perhatian terhadap urusan dunia, dan sumber-sumber kehidupan sezaman.
Inilah tujuan-tujuan pendidikan tertinggi atau terakhir yang paling penting, di mana ahli-ahli pendidikan berbeda pendapat tentang salah satunya yang menjadi tumpuan perhatian sebagai tujuan terakhir pendidikan. Sekalipun semuanya dapat diterima sebagai tujuan-tujuan pendidikan Islam jika ia difahami dalam bingkai Islam dan bingkai falsafah dan prinsip-prinsipnya yang aman, tetapi yang paling dekat dengan roh Islam sebagai tujuan terakhir, yaitu “persiapan untuk kehidupan dunia dan akherat”. Tujuan ini sesuai untuk menjadi tujuan tertinggi bagi pendidikan Islam sebab ia sesuai dengan roh syari’at Islam, seperti telah kita terangkan, sebab sifatnya yang menyeluruh dan maknanya yang luas, setiap aktivitas dan tujuan pendidikan yang langsung dan diingini tidak akan terkeluar dari pengertian persiapan untuk kehidupan dunia dan akherat.[10]











BAB  III
KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti.
Ilmu pengetahun dalam perspektif Al-Qur’an sangat penting sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dipaparkan. Allah telah petunjuk kepada manusia dalam ayat-ayatnya untuk mempelajari ilmu pengetahuan. Sehingga dapat mengetahui apa-apa yang ada di dunia ini. Contohnya bisa mengetahui tentang ilmu manthiq, ilmu alam, ilmu pasti, ilmu kimia, ilmu kedokteran, dan lain-lain.
Ilmu pengetahun dalam pendidikan Islam bertujuan untuk mempersiapkan kehidupan dunia dan akherat, ini menjadi tujuan tertinggi bagi pendidikan Islam sebab ia sesuai dengan roh syari’at Islam, seperti telah kita terangkan, sebab sifatnya yang menyeluruh dan maknanya yang luas, setiap aktivitas dan tujuan pendidikan yang langsung dan diingini tidak akan keluar dari pengertian persiapan untuk kehidupan dunia dan akherat.













DAFTAR PUSTAKA


Ashari Taslim, Shahih Fadhilah Amal, Jakarta : PT. Buku Kita, 2010.

Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : Listakawarta, 1990.

___________________, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : PT. Listakawarta Putra, 2003.

Hasbi Ash-Shidiki, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nuur, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2000.

Muhaemin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001.

Omar Muhammad Atauri Al Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang.

www. wikipedia bahasa indonesia, tanggal 19 November 2010, 08.00 pm




[1] Ashari Taslim, Shahih Fadhilah Amal, Jakarta : PT. Buku Kita, 2010. hal. 473
[2] www. wikipedia bahasa indonesia, tanggal 19 November 2010, 08.00 pm
[3] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : PT. Listakawarta Putra, 2003. hlm. 111.
[4] Hasbi Ash-Shidiki, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nuur, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2000 hlm. 3544. Juz 4.

[5] DEPAG RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : Listakawarta, 1990, hlm. 150 Jilid 7
[6] Hasbi Ash-Shidiki, Tafsir Al-Qur’an Majid An-Nuur, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2000 hlm. 2114. Juz 3.
[7] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta : PT. Listakawarta Putra, 2003. hlm. 112
[8] Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, hlm. 107
[9] Muhaemin, Paradigma Pendidikan Islam, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001, hlm. 29
[10] Omar Muhammad Atauri Al Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta : Bulan Bintang, hlm. 412